Powered by Blogger.
  • Home
  • Personal
    • Diary
    • Opinions
  • Life
    • Personal Finance
    • Health & Wellness
  • Style
    • Fashion
    • Beauty
    • Tech
  • Leisure
    • Culture
    • Hang Out
    • Playlist
  • Legal
  • About
instagram pinterest twitter

tinydolce



Sejak kecil, saya suka sekali parfum.

Ibu saya bukan penggemar parfum. Beliau lebih suka pakai deodoran saja. Saya nggak punya memori masa kecil menemukan botol-botol parfum atau aroma parfum tertentu dari beliau.

Tapi, nenek saya dulu adalah sales advisor untuk Avon. Setiap bulan saya dapat katalog dari beliau. Biarpun nggak pakai (karena semua buat orang dewasa, ya), tapi saya rajin membaca produk-roduk yang ditawarkan terutama wewangian. Setiap nama parfum saya baca, saya teliti foto-fotonya, saya ingat komposisinya.

Memang, membeli parfum tidak hanya soal membeli aroma, tapi juga kesan dan cerita yang ada di baliknya. Part of buying fragrances are buying the fairytale itself; itu yang membedakan rasanya membeli parfum di supermarket atau parfum refill yang daya tahannya katanya bisa menyaingi parfum aslinya.

Kalau memang ada yang daya tahannya sama dengan aroma yang mirip, mengapa harus yang mahal?

Konon 80% harga parfum berasal dari biaya untuk advertising dan membentuk imej. Membeli parfum mirip seperti membeli novel favorit atau mencari pasangan yang tepat. Parfum adalah hal yang sangat pribadi, seperti koki memberikan citarasa masakan atau penulis yang memiliki ciri khas tersendiri.

A right scent can write their own novel, dan dengan sendirinya juga memperkuat latar belakang penggunanya: diri kita sendiri.

Satu lagi yang menyebabkan parfum bisa dihargai tinggi: menurut riset, manusia mengingat aroma dan bau lebih lama daripada penglihatan, suara, rasa yang ada di lidah, dan perasaan. Orang dapat mengingat aroma dengan akurasi 65% setelah satu tahun, sedangkan ingatan visual hanya bertahan 50/50 dalam waktu seperempatnya (tiga bulan).

Manusia mengidentifikasi tanpa sadar dengan bau, dan saya juga termasuk. Hidung ini nggak sensitif sih, tapi mungkin karena kebiasaan sejak kecil juga, saya 'membangun' sesuatu dengan aroma. Dengan sendirinya, saya juga jadi tertarik. Mulai dari saat saya baru bisa beli fragrance mist murah di supermarket, sampai sekarang suka nabung sedikit-sedikit untuk beli yang sedikit berat di kantong.

Nah, jadi seperti sudah diketahui, parfum itu termasuk kebutuhan tersier dengan harga yang tersier juga. tapi saya adalah orang yang mencintai kemewahan menyukai penghematan. Hobi apa pun kalau lupa diri bisa bikin dompet kebakaran.

Kalau punya minat dengan hal mahal dengan tetap berbudget pas-pasan, bagaimana dong?

Hobi apa pun, dengan sedikit pemikiran bisa diakali. He he.

 Jenis menentukan ketahanan, tapi tidak selalu.

Parfum di pasaran dibagi dalam beberapa kategori - mulai dari eau de parfum, eau de toilette, eau de cologne, dan nama-nama lain yang bisa membuat orang awam mengernyit atau tidak memahami bedanya.

Poinnya adalah, harga memang menentukan kualitas, tapi tidak selalu. Eau de cologne dengan harga lebih mahal daripada sebuah eau de parfum dari merk yang tidak terkenal belum tentu lebih tahan lama. Malah bisa sebaliknya.

  1.  Eau de Cologne / Eau Fraiche adalah yang paling ringan, dengan konsentrasi perfume oil sekitar 2%-5%. Di pasaran, eau de cologne juga dijual dengan nama body mist atau body splash. Daya tahannya paling sebentar, sekitar 2 jam dan setelah itu harus dipakai ulang.
  2. Eau de Toilette, memiliki konsentrasi perfume oil sekitar 4%-10%. Daya tahannya bisa mencapai 4-5 jam. Jenis ini cukup banyak dijual di pasaran.
  3.  Eau de Parfum, jenis yang paling banyak dijual, memiliki konsentrasi 8%-15%, atau sekitar 5-7 jam. Cocok dipakai setelah mandi untuk seharian, tidak untuk dipakai berulang-ulang.
  4. Perfume, atau Extrait, adalah yang memiliki konsentrat paling tinggi, sekitar 25%. Ketahanannya juga tentu paling lama, bisa sehari penuh. Ini adalah jenis dengan harga yang paling mahal - biasanya diberikan dalam botol biasa, bukan botol dengan atomizer, karena pemakaiannya memang hanya dimaksudkan hanya di titik-titik nadi tertentu.

Dari penjelasan di atas, Extrait memang bisa dibilang paling menguntungkan karena paling murni, tapi harganya juga bisa jadi paling selangit. Saya cenderung memilih eau de parfum, karena ketahanannya yang medium. Dengan mematok budget dan jenis yang sudah jelas, maka kelebihan budget juga bisa dihindari.

Pahami hidung dan tandai jenis parfum yang kamu sukai.

Memang iklan yang ditunjukkan parfum itu hebat: kita bisa begitu terpengaruh dengan bagaimana mereka memberikan imej untuk parfumnya.

Saya pernah terobsesi (iya) dengan parfum perempuan bercita-rasa sportif, seperti eskulin hijau yang dibintangi Andien waktu itu. Sewaktu remaja saya terkesan dengan botol-botol lucu Anna Sui, kemudian ingin jadi wanita klasik dengan menggunakan Lancome.

Eit, tapi yang paling penting dari segala iklan itu adalah wanginya kita suka. Kalau memang sudah ada wewangian yang disukai, boleh dicek apa saja komposisi notes-nya (bisa cek di fragrantica), dan setiap memilih parfum, jadikan notes itu sebagai patokan.

Misal, kalau kita suka parfum yang manis dan segar... cari hanya parfum floral-fruity. Kalau senang dengan yang hangat dan elegan, mungkin vanila atau musk bisa jadi pilihan. Kalau suka dengan aroma yang segar dan agak maskulin, pilih citrus.

Banyak juga versi 'dupe' dari parfum mahal; di mana merk terjangkau mengeluarkan dengan komposisi aroma yang mirip. Bukan parfum palsu, lho. Knowledge is power.




Gunakan dengan tepat dan hemat.

Setelah memilih jenis parfum yang cocok, gunakan dengan benar. Siapa yang selama ini menggunakan parfum dengan cara digosok atau disemprot ke baju begitu saja?

Jangan menggunakan parfum dengan cara digosok, karena ini akan merusak struktur wanginya. Gunakan hanya di titik-titik nadi tertentu agar tersebar merata. Nadi leher, dada, siku, belakang lutut adalah tempat yang cocok agar parfum tersebar merata.

Ada orang yang benci parfum karena ingat kenang-kenangan 'eneg' atau membuat mabuk udara. Bergantung dari jenis aromanya, ada notes parfum yang bisa lebih tahan lama karena komposisi. Parfum dengan aroma 'berat', seperti vanilla atau musk, cocok dipakai saat udara dingin, karena berevaporasi dengan udara lebih lama. Sebaliknya, bila dipakai di cuaca panas, yang ada bisa bikin eneg orang lain.

Jadi hati-hati dengan pemilihan aroma, ya. Untuk cuaca panas, lebih baik memilih yang ringan seperti aroma bunga dan buah. Kalau kita memilih jenis parfum yang sesuai dengan kebutuhan seperti di no. 1, maka penggunaan parfum pun boleh jadi tidak akan boros.

Don't blind buy atau beli versi KW! Coba lewat tester, vial, atau decant.

Di kota saya, banyak tempat isi ulanng parfum dengan harga yang tidak sampai 10% dari harga aslinya. Karena bibit langsung dari pabrik, katanya, jadi bisa lebih murah.

Begitu juga dengan toko online - banyak yang menyediakan parfum dengan label "99% grade ori", "original Eropa", "Original Reject", dan "Original Singapore". Ada yang dijual dengan boks atau tanpa boks. Percayalah, semua parfum itu adalah nama lain dari parfum tiruan. Aroma dan kualitasnya sudah pasti berbeda dengan yang asli.

Saya pernah sengaja membeli yang refill untuk dibandingkan dengan yang asli. Memang karena penasaran. Aromanya memang mirip, tapi beda, lho. Mungkin kalau memang tidak berminat/tidak terlalu memikirkan, parfum KW bisa lewat Quality Check. Parfum KW dengan yang asli kemiripannya sekitar 60%-70%.

Daripada membeli yang KW atau ori reject karena ingin memakai sesuatu yang bermerk tapi bukan, lebih baik mencari versi dupe alias parfum merk lain yang aromanya setipe/mirip, tetapi asli.

Barang yang asli dengan aroma mirip akan lebih otentik dibandingkan barang palsu yang dibuat menyerupai asli. Selain itu, kita juga nggak tahu kan, apakah si parfum KW tersebut mengandung zat berbahaya atau tidak?


All Around Conclusions

Saat ini, meskipun saya "suka" parfum, bukan berarti saya punya satu lemari yang penuh dengan koleksi. Malah karena saya suka, jadinya saya memilih-milih sekali apa yang akan saya pakai dan beli. Setiap kali saya beli, saya memastikan saya memang suka.

Tidak heran meskipun saya bilang saya "suka" parfum, tetap saja saya hanya membelinya beberapa bulan sekali. Malah seringnya saya beli ukuran mini, atau hanya sampel. Maklum, menyesuaikan dengan kondisi keuangan juga.

Fragrance and lipstick for me are like clothes. It's fun to explore dan mencoba macam-macam, selain menaikkan kebahagiaan diri sendiri dan juga kepercayaan diri. Terlebih ketika menemukan barang yang bagus dengan harga murah. (Wih, kayaknya semua orang suka harga murah). Yang penting jangan sampai mengganggu kondisi keuangan keseluruhan, dan tahu pasti kapan kita bisa belanja dan kapan harus berhemat.

Hmm, kayaknya saya bakal lebih sering berbagi soal parfum ini juga sih, soalnya saya lebih suka eksplor parfum dan kalau beauty review sudah banyak yang lebih oke.
Share
Tweet
Pin
Share
3 comments

Apa sih itu 'comfort zone'?

Secara sederhana, comfort zone ya artinya zona nyaman. Tempat baik secara fisik, emosional, maupun secara psikologis memberikan kita kenyamanan, rasa aman, dan familier. Pola yang sudah tertebak, menjaga kita agar tetap nyaman dan juga tenang dalam kehidupan. Intinya, hal yang tidak akan memberikan kita kegelisahan, tetapi juga tidak akan memberikan kita sesuatu yang baru.

Bagi saya, merasa nyaman itu penting. Saya tidak suka yang aneh-aneh, begitu kata saya setiap kali. Yang sudah teruji, yang bisa saya tebak arahnya, yang klasik dan tanpa tambahan macam-macam. Sesederhana memesan makanan tanpa banyak kustomisasi: apa yang ada di menu, ya, itu yang saya pesan. Pengalaman yang biasa-biasa saja, tidak mengambil risiko, dan menyimpan untuk masa depan. Bagi saya, kemarin, itu cukup; beberapa tahun yang diisi dengan beban stres - sebagian besar karena mencari stabilitas - membuat saya sangat menghargai stabilitas dan sesuatu yang tidak neko-neko. Selama stabil, apa yang saya butuhkan ada, sudah cukup.

Dua tahun terakhir, rasanya saya sudah mulai berlebihan berada dalam "stabilitas" ini. Stabilitas yang sebenarnya perlahan tidak stabil lagi karena saya jadi menutup diri, membatasi diri dalam rutinitas. Saya tahu ini, tapi tidak melakukan sesuatu untuk memperbaiki. Beberapa waktu sekali, saya bisa mengalami mental breakdown yang cukup parah tapi juga tidak berwujud: seperti mengambang, bingung harus apa. Lalu menyimpulkan kalau hidup yang ada harus disyukuri, dan kembali tenggelam dalam rutinitas dan menyingkirkan masalah yang sebenarnya: saya ingin kembali melakukan hal baru yang menantang kreativitas di luar dunia kerja saya yang konservatif. Hal yang saya tak pedulikan dengan alasan capek dan lebih memilih hal yang kontraproduktif.

Saya butuh sesuatu yang baru. Dua tahun terakhir, dalam upaya menciptakan stabilitas, bayarannya adalah tidak ada hal baru, meningkatnya rasa malas, dan mengalihkannya dlam budaya konsumtif (pengeluaran saya naik dua kali lipat dibanding beberapa tahun yang lalu). Setiap kali melihat teman, rasanya rasa percaya diri jadi menurun dan membuat saya semakin menutup diri, berhenti berkreasi dan menghentikan proyek yang membutuhkan berpikir lebih banyak seperti waktu kuliah dulu.

Comfort zone saya saat ini adalah pekerjaan dan uang. Setelah beberapa tahun terombang-ambing, ya, meskipun tidak seheboh yang lain, sepertinya... saya mendapatkan posisi yang bisa dibilang "aman". Pekerjaan saat ini adalah hal yang memang ingin saya lakukan, ditambah lagi saya diberikan banyak kebebasan untuk melakukan hal baru - tidak sebegitu menantang sampai menuntut saya stres, tapi juga memberikan say abanyak ruang untuk berinovasi. Ditambah dengan penghasilan yang saat ini dirasa "cukup", relatif menutup tantangan yang sebelumnya ada dan menjadi fokus pencarian saya.

Sadar atau tidak sadar, saya jadi menutup diri. Membatasi kehidupan hanya di situ saja: Bekerja, lalu mengerjakan pekerjaan rumah dan berkumpul dengan famili. Melakukan hobi yang menurut saya sah-sah saja dilakukan, karena saya sudah capek bekerja. Tetapi saya sadar kalau saya sebenarnya meninggalkan hal-hal yang saya sukai karena ingin tetap "merasa" nyaman. Berpura-pura nyaman. Saya sebenarnya tidak nyaman berhenti menggambar, berhenti berkreasi, dengan alasan sudah capek di kantor dan banyak keperluan lainnya yang diada-adakan. Plus, karena saat ini kebutuhan saya sudah tercukupi, jadinya merasa tidak perlu.

Tapi, setelah itu, rasanya kosong. Malah jadi stres yang baru.

Katanya, semakin banyak kita menghabiskan waktu di luar zona nyaman, akan semakin banyak yang kita dapatkan. Sudah cukup lama saya tenggelam di dalam zona nyaman, menghindar dari hal-hal yang sulit dan menganggap hal yang saya hadapi sehari-sehari sudah cukup sebagai "kesulitan" yang harus dijalani.

Here's to a more life experiment forward. Satu hari memang hanya ada dua puluh empat jam, tapi semua orang juga hidup dengan dua puluh empat jam. Saya ingin kembali meninggalkan jejak. Kembali menggambar, terutama: hal yang saya tinggalkan karena takut berkreasi, takut karena saya merasa tidak sanggup.

(Who are you now? Awal tahun ini saya menemukan diri saya bertanya berkali-kali. Akhir tahun ini, semoga dapat sedikit terjawab.)

Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
from Rookiemag.
Selamat datang, 2018! Meskipun saya sendiri beranggapan “memulai” itu tidak harus menunggu tahun baru, tetap ada rasa istimewa ketika pergantian tahun itu datang. Karena banyak orang yang juga menandai pergantian tahun, jadinya perasaan untuk “memulai kembali” itu lebih berasa. Biasanya saya membuat list resolusi tahun baru di depan buku agenda yang saya bawa sehari-hari. Ceritanya sedang mencoba lebih paperless, jadi saya sekalian manfaatkan saja untuk menulis pos blog baru. Lagipula, janji saya untuk mengisi blog ini dengan lebih teratur belum lagi terlaksana. Hehe.

Tujuan utama tahun ini tentu saja: Sehat pikiran dan badan. Tahun kemarin tidak dapat saya simpulkan dengan jelas, saking banyaknya terbawa arus. Yang jelas, rasanya kok saya lebih stres dibanding tahun sebelumnya, padahal situasi sepertinya lebih baik dibandingkan 2016. Tebakan saya, ya, karena saya lebih sering mengikuti arus dan stres bertambah karena kehilangan kontrol atas diri sendiri.

Sehat pikiran dan badan itu, capaiannya, terbagi dari beberapa hal:

Membaca Lebih Banyak Buku


Ini termasuk dalam sehat pikiran, tentu saja. Bagaimana bisa saya buka Twitter sepuluh jam seminggu (akumulatif), sedangkan membaca satu buku sebulan saja sangat sulit? Menilik tahun-tahun kemarin, resolusi klasik ini kebanyakan bertahan sampai bulan April saja, digantikan dengan endless scrolling Instagram dan Twitter.

Tahun ini saya dan teman-teman saya di linimasa Twitter membuat semacam book club, alias update status bacaan ramai-ramai via Twitter. Lumayan, karena bersama-sama dan menggunakan sosial media, jadinya terpacu juga untuk membaca. to kick it off, hari pertama 2018 saya habiskan dengan membaca seratus halaman. Semoga bertahan.

Berkarya dengan Tangan dan Kepala


Ini sehat pikiran, tentu. Utamanya: menggambar. Sudah hampir setahun sejak saya terakhir menggambar di kertas dengan benar tanpa anxiety merayapi jari. Mungkin ini lebay, tapi setiap kali saya mulai membuat sketsa detail (bukan sketsa kasar) saya jadi khawatir sekali, kesulitan, lalu menghindar. Ada beberapa proyek yang tertunda dan sungguh, saya sangat menyesal. Ini berbeda dengan menggambar digital, sketsa-sketsa yang biasa saya kerjakan untuk keperluan kantor. Tapi ilustrasi yang dulu biasa saya kerjakan. Tahun ini harus mulai lagi.

Kemudian: menulis, tentu saja. Sama seperti menggambar, kegiatan jurnal saya berhenti sejak sekitar bulan Juni 2017, dan sejak itu pula saya merasa lebih mudah stres dan banyak pikiran yang tidak terurai. Padahal tahu untuk memulainya memang harus menulis lagi, tapi susah sekali, malah pindah ke sosial media sebagai gantinya. Sekarang waktunya mengalihkan cuitan pendek-pendek di twitter pribadi itu ke dalam blog post agar lebih bisa dibaca dan didokumentasikan.

  1. Menulis jurnal harian. Berarti setiap hari.
  2. Menulis blog. Dua minggu sekali.
  3. Menggambar sketsa sampai bisa maju ke ilustrasi yang sebenarnya. Ini mungkin akan saya biasakan pelan-pelan.

Ethical Consumption


Ini berlaku baik untuk hal yang dibeli, hal yang dimakan, dibaca… intinya apa-apa yang dikonsumsi diri sendiri. Untuk makanan saja: tingkat kolesterol saya termasuk tinggi lantaran tidak menjaga makanan yang masuk ke tubuh. Pencernaan juga buruk karena saya jarang minum. Untuk ini, sasarannya:


  1. Minimal makan buah dua hari sekali. (Iya, sejarang itu saya makan buah)
  2. Minum air, minimal 1.5 liter sehari. Sudah tercapai, tapi kadang-kadang lupa.
  3. Mengurangi toleransi terhadap garam dan msg. Lidah saya lama-lama bisa mati rasa nih kalau dikasih makan seblak terus.
  4. Makan mie instan satu minggu satu kali saja. (aduh ini susah aduh)
Saya juga lebih banyak membaca update sosial media dibanding artikel atau buku bacaan yang sebenarnya. Maka tahun ini kembali saya hapus aplikasi Twitter dari ponsel dan berniat lebih banyak membaca hal-hal yang bermanfaat.


  1. Membaca feedly/buku/materi coursera di waktu commuting, mumpung perjalanan rumah-kantor mencapai dua jam.
  2. Mencoba tiga puluh hari tanpa mengintip linimasa. Sejauh ini baru tahan maksimal empat belas hari, nih. :)

Fokus dan Bersyukur


Saat menulis blog post ini, saya terdistraksi berkali-kali dan menyelesaikannya dalam waktu lebih panjang dari yang seharusnya. Sebelumnya, memulai juga belum, tapi saya lebih suka beralih pada hal lain yang lebih mudah: scrolling sosial media atau mengobrol. Setelah itu, saya lebih sering kecewa pada diri sendiri.

Intinya, tahun ini, saya ingin lebih banyak membuat daripada mengonsumsi sesuatu. Tahun 2017 cukup mengecewakan karena saya nyaris tidak meninggalkan jejak dalam bentuk tulisan. Kali ini saya mau berusaha lebih keras dan bersyukur lebih banyak untuk pencapaian yang saya dapat.

Semoga tahun 2018 ini berjalan lancar, dan tentunya, berbuah diri sendiri yang lebih baik.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


It's been one year.

Setiap bulan September, saya berpikir, apakah ada yang berubah dari hidup saya setahun kemarin. Kemudian, apakah tahun depan akan ada perubahan lainnya. Setiap kali saya melihat ke belakang, setiap kali pula saya merasa ternyata ada yang berubah; setiap kali saya memandang ke depan, saya berpikir, sepertinya tidak akan ada hal yang baru. Which, of course, mostly always wrong.

Satu tahun sudah saya tidak menulis di sini. I met a death of a beloved family, another death commemoration of another beloved family members, a job promotion, a best friend's wedding, few short-distance travels, meeting great friends.

Sebagian dari hal tersebut juga menjadi alasan saya berhenti menulis. Alasan, tentu hanya alasan. Pada akhirnya, saya menghindar. Beberapa hal cukup membuat kepala tertekan dan membuat saya lebih suka mengurus hal lain saja. (Game, misalnya.) Beberapa waktu terakhir, I think my own denial is getting worse; sebagai gantinya, tubuh saya yang menerima itu semua. Lebih sering kena serangan maag dan sakit kepala hanya beberapa contoh.

A job promotion.

Lapangan pekerjaan ada sangat banyak, bermacam-macam, sangat spesifik. Lulus kuliah pada dasarnya adalah memulai dari nol: you will never know what are you doing, anyway. Sampai sekarang pun masih.

Saya pikir saya tidak akan berlama-lama di tempat kerja saya yang sekarang, tetapi kemarin saya dilantik. One year probation, at last. This place has its fun moments and boring moments; ada waktunya saya bingung apa yang akan saya lakukan selanjutnya, tapi tahun ini, kelegaan saya adalah saya bisa sedikit menjejakkan kaki. Saya bisa berencana untuk keluarga. Untuk Ayah dan adik. Dan lebih penting, buat saya sendiri hahahahahahahhahahaha.

I still have plans lined up, but of course, this greedy young woman feels happiest when she finally could see her retirement plan started rolling. Masih lama menuju masa pensiun? Memang. Tetapi berkaca dari pengalaman senior-senior dalam kehidupan, saya memilih untuk bersiap-siap dari sekarang. I have nothing backed me up, so how about build my own backers instead?

Pa's passed away.

Grandpa, Yangkung - A prominent father figure in my life, passed away last March. Kondisi beliau memburuk sejak September tahun lalu, dan saya juga sudah menyiapkan diri kalau beliau pergi meninggalkan kami. Tetap saja, menyiapkan diri tidak akan membuat kami benar-benar siap.

I stopped writing personal journal since his death, dan menulis ini pun masih bisa bikin saya menangis sendiri. Beliau adalah orang yang akan terbayang pertama kali setiap kali membaca kata "bapak"; it's not like I don't think of my birth Father as my Father, but that's just different things altogether. Ayah adalah Ayah, dan Yangkung adalah Bapak.

He taught me basic etiquettes and punctuality, albeit I'm not as diligent as him. Grandma was his Queen and she still mourns every single day, pasting his photos on every corner of her house, sharing stories about how handsome he was on his younger days, or his romantic love letters and poems when he was in naval army duty.

I missed our conversations over tea and biscuits; I missed his gentleman way of life and how he always treats every woman in his life like a lady. They said Yangkung was a more rough man in the past, so he often getting into arguments with Mum, his late daughter. He said that I was very much like Mum, in many aspects - and in retrospect, I see Mum in him. I don't know how people remembers him, but for me, he was my first ideal man.

I missed him everyday. 

Tentu saja, tidak semuanya hal buruk. Ada banyak hal baik dan menyenangkan, ada banyak perkembangan yang semoga, membawa lebih banyak ke arah kebaikan. Tetapi dari banyak hal, sepertinya memang dua hal itu yang paling membekas.

It takes me one year to finally open a proper new document and write a proper post instead of rambling on social media. Semoga post berikutnya tidak berjarak terlalu lama.

Well, it should be. Karena setelah berkunjung lagi ke sini, I have a bunch of stories to tell. Karena saya nggak berencana bermalas-malasan, mari kita lihat nanti.

Sekarang, setelah berhenti menunda menulis, saya harus belajar menggambar lagi dan menaklukkan rasa takut....
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
by Vaso Michailidou.

Bulan September buat saya selalu jadi bulan yang cepet banget lewatnya. Nggak tahu kenapa. Bulan Agustus selalu jadi puncak lelah, lalu pelan-pelan menyesuaikan diri di September dan setelah itu akhir tahun akan berlalu tanpa terasa.

Sejak bulan Agustus, banyak kegiatan di tempat kerja saya yang membuat ritme sehari-hari jadi rusak. Bahasa kerennya: jadi males-malesan, hahaha. Alhamdulillah kerjaan sampai sekarang masih lancar. Berhubung project yang ada di tangan sekarang makin padat, mudah-mudahan saya dikasih kekuatan buat beresin semuanya. Temen-temen juga ya, semoga diberi kekuatan di bahu untuk menyelesaikan pekerjaan dan persoalan masing-masing.

So, here are some notable links I found this month for you...

Embrace your shape, don't sweat the size.
Saran kesekian di artikel ini cukup nampol buat saya yang mood dietnya timbul tenggelam. Entah sejak kapan, kaum perempuan sering terobsesi sama angka. Termasuk saya juga. Pada dasarnya kan, fashion style yang bagus adalah yang mendukung penampilan pribadi secara keseluruhan--dan orang nggak akan liat tag ukuran berapa selama penampilan kita enak dilihat.

Every people has the inner child.
Waktu kecil, doa yang sering mampir buat kita adalah cepat besar, cepat dewasa. Sering juga berandai-andai bagaimana rasanya kalau sudah dewasa dan mandiri. Ketika sudah dewasa, yang ada kita malah kangen masa kecil dan ingin jadi anak kecil lagi. Jiwa anak-anak itu masih ada kok di dalam diri kita. Pertanyaannya: apa kita sudah mendengarkan dia dan benar-benar tahu apa yang dia mau?

How to fall in love with your job again.
dari cerita burned out kemarin nih. Masa-masa burned out memang suka bikin pikiran terbang kemana-mana, bawaannya males dan pengen ganti kerja, padahal kalau lagi suka ya kangen ngerjainnya (cieee gaya banget ya, kangen sama kerjaan). Kenyataannya, pekerjaan adalah bagian dari rutinitas yang nggak segampang itu diganti atau disudahi. Jadi, cara yang terbaik adalah bikin kita jatuh cinta lagi.

Semua orang bekerja keras, tapi tidak semua orang beruntung.
Orang yang berkecukupan atau bisa mencapai mimpi adalah mereka yang rajin, itu pasti. Namun, pernyataan 'orang yang tidak berhasil adalah orang yang malas' dapat dikaji kembali. Apakah mereka mendapatkan kemudahan yang sama seperti kita? Apakah mereka mendapatkan akses mudah untuk pendidikan dan kultur? Magdalene has a nice piece about Privilege and work hard.

Bois de Jasmin.
Saya menemukan blog ini waktu sedang kalap pengen beli parfum (padahal bokek). Saya jarang beli parfum, but fragrance always fascinates me, so finding this blog has been a good read. Victoria Frolova yang berada di balik blog ini adalah profesional dalam bidang perfumery, dan caranya mendeskripsikan parfum sangat menarik untuk dibaca; menggabungkan seni, budaya, dan sensorik dalam setiap tulisannya.

Oktober sebentar lagi datang. Saya belum punya rencana spesifik sih, tapi pengen banget jalan-jalan berkunjung ke tempat teman, atau main ke tempat yang sedikit jauh.

How is your month going so far?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

DOWNLOAD FOR PHONE // DOWNLOAD FOR DESKTOP

Setiap hari, saya berangkat pukul 5:30 pagi teng. Jam pulang kantor adalah 16:30, dan kalau nggak macet, saya bisa sampai rumah pukul 18:30. Kalau sial, bisa pukul 19:30 baru sampai. Meja makan kosong menyambut saya begitu masuk. Cek nasi, sudah tentu habis, karena memang saya yang tanggung jawab atas dapur. Cucian piring nambah karena ada orang yang makan. Ruang tengah berantakan. Harusnya saya masak nasi, tapi alih-alih itu, yang ada saya tiduran, malas mikir, diam sampai pukul sembilan malam.

Burned out, itu istilah populernya.

Belakangan ini saya baru sadar kalau saya sering mengabaikan diri sendiri. Alasan kesibukan dan keluarga bikin saya malas mikirin hal-hal semacam perawatan diri. Setiap hari kerja practically saya hanya numpang tidur di rumah. Begitu pulang sudah malas mikir, boro-boro mikirin gizi makanan yang dimakan atau apa yang harus dibersihkan.

Sadar-sadar seterikaan menumpuk selama dua minggu, berat badan tidak terkendali, dan jerawat bermunculan. Akibatnya saya jadi gampang marah, kesal karena tidak ada yang selesai--biarpun sebenarnya waktu saya habis untuk mengerjakan banyak hal. Setiap pulang ke rumah, kata-kata pertama yang saya katakan adalah "Capek banget!"

Sampai di suatu sesi curhat sama temen, dia komentar: "Kamu kok kayaknya susah melulu sih, Neng?"

Komentar dari teman saya itu lumayan nanjleb. Karena itu berarti saya terlalu banyak mengeluh. Bukannya saya nggak membolehkan diri ngeluh ya. Ngeluh itu sehat dan dibutuhkan, tapi kalau sampai teman kita juga notice.... hmmm... kayaknya ada yang harus dievaluasi.


from Bubble Gum by Arvida Bystrom

Self-care dan rutinitas


Ketika kesibukan datang, kita memang seringkali lupa dengan diri sendiri. Fokus kita lebih terpaku pada hal yang harus diselesaikan, mengejar deadline dan kebutuhan yang kayaknya datang silih berganti.

Kalau capek bawaannya cuma mikir dua: butuh cuti/liburan, atau butuh belanja, hahaha. Dua hal yang sebenarnya bisa dibilang cukup besar komitmennya: baik komitmen waktu maupun materi.

Nyatanya, kesibukan itu nggak kenal waktu cuti, nggak kenal pola hidup kita. Menunggu cuti atau belanja sampai jebol hanya akan membuat kita makin pusing karena tidak bisa selalu mengabulkan keinginan tersebut. Jadi, sebisa mungkin kita memang harus memasukkan me time ke dalam rutinitas sehari-hari, sesibuk apa pun itu.

Me time ini nggak perlu ribet, apalagi mahal.


from Palm Springs by Mayan Toledano

Simple ways to take care of yourself


Merencanakan liburan atau belanja sebagai retail therapy memang bentuk dari self-care. Tapi hal-hal di bawah ini juga merupakan beberapa bentuk self-care yang mudah dilakukan dan gampang juga dimasukkan ke kehidupan sehari-hari. Malah, memang sebaiknya dilakukan secara otomatis, sehingga kita nggak gampang terbawa kesibukan dan stres.

Saya sendiri juga masih sering lupa sih--kayaknya lebih gampang marah-marah dan bete seharian daripada berusaha ingat dan beradaptasi. Yah, sama-sama berusahalah, hehe.

Tidur cukup & teratur
Ini yang nggak boleh ketinggalan. Biarpun sibuk, sebisa mungkin tidur kita harus cukup: minimal 6 jam. Bahaya tidur tidak teratur juga banyak, dan tentu saja akibatnya bisa ke kegiatan kita sehari-hari.

Usahakan jam tidur dan jam bangun juga sama setiap harinya. Kalau bisa, lebih pagi. Jadi mengerjakan berbagai hal nggak akan terburu-buru, terutama untuk kita yang masuk kerja / kuliah pagi.

Do everything mindfully
What is mindfulness? Pada dasarnya, artinya adalah menyadari dengan benar-benar apa pun yang kita lakukan. Kegiatan sehari-hari yang jadi rutinitas biasanya kita lakukan secara autopilot, seperti mandi, makan, bahkan berjalan kaki. Pikiran kita pergi ke pekerjaan yang menunggu atau masalah yang ada hari itu, tanpa memperhatikan hal yang kita kerjakan.

Hal itu yang menyebabkan kita seringkali merasa kekurangan waktu. Dengan mempraktekkan Mindfulness, kita berkonsentrasi pada apa yang sedang kita lakukan. Nggak perlu mikirin apa pun. Kalau kita sedang makan, fokuskan pada makanan yang dimakan, suasana makan (sendiri, sama teman, atau keluarga), dan keberadaanmu di sana. Kalau sedang bekerja, kita aware dengan apa yang kita kerjakan dan manfaat dari pekerjaan tersebut.

Live at the present instead of worrying about the future. (I'm guilty for this, a lot.)

Be your own bestfriend
Kalau dengerin temen curhat, biasanya ngapain sih? Dengerin dia sampai selesai, lalu menemani dia, memberikan dia saran yang menurut kita paling baik. Kita ingin teman kita dapat yang terbaik--solusi yang membuat dia tetap nyaman, tapi juga membantu menyelesaikan masalahnya. Kita pengen bikin dia merasa lebih baik, karena kita sayang sama dia.

Sekarang, bagaimana kalau sahabat itu adalah kita sendiri? Apakah kita sudah mendengarkan tubuh dan pikiran kita? Lebih perhatian sama kebutuhan diri, tujuan dan mencarikan apa yang paling baik untuk kita sendiri adalah hal utama yang harus diperhatikan terus menerus.

Habiskan waktu sendiri
Maksudnya bukan berarti menyendiri nggak mau ngobrol sama orang. Soalnya, ketemu dan ngobrol sama temen juga menambah semangat dan mengurangi stres, hahaha. Berikan diri sendiri quality time di mana kita bisa mengerjakan apa pun yang kita mau sendiri tanpa gangguan.

Mungkin bisa fokus ke mengerjakan hobi, iseng spa sendiri di rumah, belanja dikit (asal nggak sampai budget bulanannya jebol, yaaak), atau coba-cobain make-up yang kemarin belum sempat diulik?

Saya sadar banget kemarin stres karena nggak menyediakan waktu untuk menulis atau membaca. Padahal menghabiskan waktu buat tidur-tiduran atau scroll social media juga sering. Makanya, sekarang saya berusaha menyediakan waktu untuk menulis biarpun sebentar. (Mudah-mudahan bloggingnya juga jadi lancar, haha).

Exercise
Karena olahraga bukan untuk yang ingin diet saja, tapi juga mengurangi stres. Buat yang kerjanya duduk melulu atau ngedeprok di studio melulu a la mahasiswa seni rupa kejar deadline curhat , malahan juga melepaskan hormon yang bikin kita bahagia. Entah lari, berenang, atau jalan santai, badan harus bergerak seluruhnya secara rutin.

Anyway, kemarin saya semangat banget kan nyobain 7-minute workout. Sekarang saya udah coba metode lain sih, tapi yang pasti, berusaha olahraga biarpun sedikit.


from Russian Dacha by Masha Mel.

Self-care itu tidak egois


Pada dasarnya, self-care adalah bertanggung jawab sepenuhnya pada kesehatan fisik, emosi, intelektual, dan juga spiritual kita. Jadi tindakan self-care itu bukan egoisme--justru upaya pencegahan agar kita bisa selalu beraktivitas dengan maksimal dan tentunya tetap bahagia. Kalau kita tahu pasti ada hal baik yang bakal kita dapat--dengan cara memperhatikan diri sendiri--melakukan pekerjaan atau kewajiban-kewajiban lainnya juga nggak bakal terasa berat.

Seperti kata quote di atas: karena banyak yang harus kita perhatikan, memperhatikan diri sendiri lebih dulu adalah cara agar orang-orang di sekitar kita mendapatkan diri kita yang terbaik. Dan siapa lagi yang paling sayang diri kita, kalau bukan diri kita sendiri?

(Abis itu, silakan berbagi sayang sama orang lain. Kiw.)

read more:
45 simple self care practices for a healthy mind, body, and soul
Take care of you first
5 Self care practice every women needs to do today
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

flower pattern by Maggie Humphrey.

Saya lebih sering ingat tanggal lahir Ibu--empat belas September--daripada hari ketika Ibu meninggal. Secara sadar, sebenarnya saya cenderung lebih memilih haul alias tanggal meninggal untuk diingat, karena pada umumnya itu yang dihitung. Berapa tahun setelah almarhum/ah meninggalkan. Tapi alam bawah sadar saya lebih suka ingat bulan September tanggal empat belas, mungkin karena saya lebih suka merayakan pertambahan usia daripada tahun-tahun setelah kehilangan.

Di keluarga yang menganggap ulang tahun sebagai momen numpang lewat, mengingat ulang tahun Ibu adalah hal yang istimewa. Tahun ini adalah tahun kesembilan. Suara yang dulu bisa didengar setiap hari sudah tidak begitu saya ingat, wajah yang tersisa tinggal kenangan yang bisa dilihat di layar atau di kertas cetakan. Wajah saya berubah, wajah Ibu tidak. Pengalaman saya bertambah, pengalaman Ibu tidak.

Kadang-kadang, ada rasa berdosa karena saya tidak bisa ingat Ibu secerlang yang dulu; karena saya semakin lama semakin merasa jauh dari beliau. Waktu Ibu berhenti di sembilan tahun yang lalu, dan saya tumbuh, bersama dengan adik-adik dan Ayah. Ibu ada di belakang, di bawah tanah, dan ada begitu banyak hal yang saya lewati tanpa beliau.

Saya masih ingin bercerita pada Ibu. Tentang keadaan saya dan adik-adik, tentang saya dan Ayah, tentang pekerjaan, dan rumah. Tentang percakapan yang hanya untuk Ibu dan anak perempuannya. Serta masih banyak lagi yang lainnya.

Banyak hal yang ingin disampaikan, tapi tak ada lagi yang bisa saya dengar dari beliau. Rasanya jadi tidak adil. But I guess that's my way to remember. Agar beliau selalu ada di sini, biarpun waktunya berhenti, agar saya senantiasa ingat dan dapat menyentuh beliau--dengan cara yang tak kasat mata.

Selamat ulang tahun ke-50, Ibu. I'll keep writing for you.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments


Lokasi kafe ini dekat banget sama kantor. Jadinya saya iya-iya saja waktu teman kantor ngajak main ke sini. Sekalian makan siang, gitu. (Gaya bangeeet makan siangnya di kafe.... ini ceritanya awal bulan sih, jadi belum bokek, hahaha).

Dari SMA saya doyan main ke kafe. Bukan buat gaya-gayaan, tapi lebih suka suasananya aja. Plus, waktu SMA sampai kuliah saya memang doyan kopi. Nggak pro sampai hafal biji ini-itu sih, tapi seneng aja--jadi ya, ke kafe selain untuk suasana juga memang ada tujuan minum kopi. Saya betah duduk sendirian sambil ngemil atau corat-coret sesuatu di buku. Seandainya perpustakaan membolehkan kita makan minum di dalam, saya nggak bakal ke kafe deh, suwer.
Share
Tweet
Pin
Share
5 comments


Happy Ied Mubarak!

Dua bulan kemarin saya absen ngeblog. Faktor utamanya adalah pekerjaan yang memang membutuhkan konsentrasi penuh. Setelah pekerjaan itu beres, saya terkena penyakit rutin: malas. Momen pasca Idul Fitri ini menjadi momen saya mulai menulis lagi. Semoga saja bisa bertahan terus.

Ketika tulisan ini terbit, maka saya - dan mungkin juga yang membaca tulisan ini - sudah kembali ke rutinitas masing-masing: pekerjaan dan kesibukan sehari-hari. Yang tersisa tinggal pekerjaan yang belum selesai, dan menurut mitos sih, bokek. 

Idul fitri memang seringkali jadi tersangka perut lebar plus dompet kurus. Berkumpul dengan keluarga dan suasana pesta berperan membuat kita lupa kalau masih ada kehidupan setelah lebaran, haha. Pengeluaran saya sendiri juga terhitung lebih besar dari biasanya. Tapi alhamdulillah, tidak sampai jebol.

Lebaran yang jatuh di pertengahan tahun juga memberikan saya waktu untuk berkontemplasi - khususnya soal finansial. Saya memang terbilang cukup ketat soal finansial - biarpun bukan berarti saya super-hemat. Malah saya termasuk boros. Karena itulah, saya mengevaluasi kembali tujuan dan pencapaian finansial saya tahun ini.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
7 minute workout


Sudah berapa kali saya menulis di sini ya... I hate exercising.

Keluarga saya bukan keluarga yang atletis dan doyan olahraga. Jadi, sejak kecil saya juga tidak dibiasakan untuk berolahraga rutin. Menginjak sekolah dasar, saya selalu paling bontot dalam lomba lari. Padahal dalam pelajaran non-olahraga, saya kebalikannya. Pengalaman itu menjadikan olahraga sebagai kenangan buruk. Pokoknya saya tidak bisa olahraga, nggak usah, selesai.

Saya yakin bukan cuma saya saja yang berpikir begini. Alasannya bisa beda-beda, tapi bagi kebanyakan orang, berolahraga bukan hal yang mengasyikkan - time consuming, heavy duty, dan... nggak ngaruh juga sama badan. Lari seminggu tiga kali? Kerja saja sudah menghabiskan lebih dari separuh hari. Ke gym? Yaiks! Mana ada waktunya. Mahal pula.

Sekarang, bagaimana kalau ada yang bilang.... olahraga itu hanya butuh tujuh menit sehari?

Nah lho. Nggak ada lagi alasan.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

It's April again!

Nggak ngerti juga apa yang saya kerjakan bulan Maret, tapi saya tidak bisa menyelesaikan satu pun buku dan film yang sudah ada di daftar saya. Kesibukan masih sama - but in another light, postingan blog bulan ini bisa dibilang banyak. I'm a bit behind my schedule, though.

Bulan April ini sama sekali nggak ada tanggal merah, jadinya harus makin pintar saja mengatur waktu kosong. Bulan ini, hal-hal yang akan menjadi fokus saya adalah:

1. Blogging! Seperti sudah ditulis di atas, I'm a bit behind my blogging schedule. Niatnya sih mau keren biar bisa pakai editorial calendar, tapi kemarin ketinggalan. Bulan ini, saya akan mencoba lebih teratur lagi dalam mengatur jadwal. Paling tidak, ada poin-poin agar saya tahu akan menulis apa setiap bulannya.

2. Personal Projects! Di luar pekerjaan sehari-hari sebagai desainer grafis in-house untuk sebuah institusi, saya jaraaang sekali mengerjakan proyek untuk diri sendiri. Bulan ini, setiap minggu, saya harus menggambar / mendesain sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.

3. Sport! Dagu saya.... jadi ada dua. Bahaya. Nggak sadar juga, karena jadwal makan saya nggak ada perubahan. Tetapi sepertinya ngemil saya nambah, berhubung penghuni ruangan saya adalah gudang cemilan. Memang sih saya sejak dulu tidak terbiasa olahraga. I hate exercises! Tapi karena tubuh kita selalu perlu, maka bulan ini saya akan berjuang untuk melakukan olahraga rutin. Yang kecil-kecil saja, sedikit-sedikit.

Saya membuat wallpaper ini sebagai pengisi wallpaper komputer saya untuk bulan April. Sebenarnya arti kata-kata di atas bisa beragam, ya. Akhir-akhir ini saya sedang terlibat kegiatan sebagai penanggung jawab. Mengatur waktu itu sulit, mengatur letak barang itu sulit, tapi mengatur emosi ketika sedang bekerja sama adalah yang paling sulit. Kata-kata itu adalah pengingat agar selalu dapat menjaga sabar.

Then it's my plan for this month. Semoga bulan ini juga berjalan lancar dan baik seperti bulan kemarin. How about you?

Wallpaper - Act Like a Lady, Think Like a Boss // DOWNLOAD HERE

How to download: Tautan di atas akan membawa kalian ke halaman deviantart. Klik tombol 'download' dan sebuah jendela baru akan muncul, menampilkan gambar dengan resolusi tinggi. Klik kanan, simpan, dan set untuk wallpaper komputer atau ponsel. for personal use only.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

About me

Photo Profile
My name is Mega Aulia and I write about living as an amateur adult while trying to stay on the budget.

Read More

Categories

  • PERSONAL
  • LIFE
  • LEISURE
  • STYLE

Social link

  • Google+
  • Bloglovin
  • Twitter
  • Pinterest
  • Instagram

Follow on Google+

Community

Community

Blog Archive

  • ▼  2018 (3)
    • ▼  April 2018 (1)
      • Of Wearing Fragrance, On a Budget
    • ►  February 2018 (1)
    • ►  January 2018 (1)
  • ►  2017 (1)
    • ►  September 2017 (1)
  • ►  2016 (18)
    • ►  September 2016 (4)
    • ►  July 2016 (1)
    • ►  April 2016 (3)
    • ►  March 2016 (6)
    • ►  February 2016 (3)
    • ►  January 2016 (1)
  • ►  2015 (4)
    • ►  June 2015 (1)
    • ►  March 2015 (1)
    • ►  February 2015 (2)
  • ►  2014 (1)
    • ►  September 2014 (1)
Twitter Instagram Pinterest Bloglovin
FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose