Akhir tahun 2021 adalah awal mula dari perubahan. Saya pindah ke rumah baru, pekerjaan mulai kembali penuh seiring dengan kegiatan offline yang semakin banyak. Lalu ngeblog tertimbun di antara semua itu. Saat ingin kembali, saya selalu bilang pada diri sendiri, tidak ada waktu. Ya, memang banyak hal yang saya coba sekaligus – sehingga akhirnya burn out.

What’s Lost?

Motivasi Kerja

Ada berbagai hal yang membuat motivasi kerja saya turun. Pokoknya, saya hanya fokus pada target hari itu. Yang penting selesai, yang penting selesai. Secukupnya menjadi sebuah motto, dan mengerjakan pekerjaan sehari-hari pun jadi terasa sulit. Tapi sebenarnya yang saya perlukan lebih dari itu–sesuatu yang akan saya eksplor berikutnya.

Waktu Bebas

Hal yang tidak saya perhitungkan setelah kembali WFO–dan dari rumah baru–adalah ternyata dua hal tersebut menghabiskan tenaga lebih banyak. Transisi dari pandemi ke “kehidupan biasa” ternyata memerlukan adaptasi yang lumayan. Waktu yang terasa lebih cepat habis berpengaruh pada mood dan kondisi mental. Selain lebih mudah lelah, kayaknya sumbu saya dan suami juga makin pendek. Melihat sosial media jadi sebuah distraksi, tapi di sisi lain, saya juga lelah melakukan interaksi. Padahal waktu itu saya lagi rutin ngepost.

Kesalahan saya waktu itu adalah memilih menjadi stagnan dengan hanya mengonsumsi (entah timeline, entah for your page). Lelahnya tetap sama, tapi tidak memproduksi apa-apa. Waktu itu ada beberapa rencana post yang dibuat, dan akhirnya ditunda sampai lamaaa banget. 🙁

COVID-19

Puncaknya, akhir tahun 2021, ketika semua orang kayaknya udah pernah kena COVID-19 minimal satu kali, saya dan suami kena COVID-19 untuk pertama kalinya. Kami sudah vaksin booster, tapi tetap saja repot. Satu minggu nggak bisa ngapa-ngapain; bahkan untuk ganti baju dan mengambil minum saja susah sekali. Payahnya, kami hanya berdua di rumah, dan dua-duanya sakit. Pokoknya bayangkan saja orang sakit … nggak ada yang beres. Rumah berantakan, makanan semua delivery (yang lumayan bikin bolong dompet), harus standby dengan segala makanan dan vitamin.

Sisi positifnya (ha!), saya dan suami diberikan kesempatan untuk “cuti” selama dua minggu. Ya, walaupun masih ada kejaran pekerjaan dan badan sakit semua, setidaknya ada quality time di mana kami nggak kemana-mana. Setelah recover dari COVID, saya kembali menyesuaikan kehidupan pelan-pelan. Mengejar pekerjaan lagi, menutup yang kemarin ditinggalkan, dan sebagainya.

The Lost Time

The Pause

Kalau nggak bisa mengerjakan, ya sudah, “pause” saja. Begitu pikiran saya waktu itu. Blogging dan sosial media ditinggalkan sekira sebulan. Kebetulan, at that time, saya sedang mencoba memulai kembali freelance graphic design dengan membuat produk. Salah satu produknya pernah di-order oleh Mbak Jane yang baikkk banget. Karena diseling bekerja dan kehidupan lainnya, progres berjalan lambat. Tapi saya mulai merasakan senangnya eksplor sesuatu di luar pekerjaan, yang waktu itu benar-benar bikin burn out.

Side Hustle

Pada awalnya saya beriklan di Instagram. Ternyata, sumber rezeki saya bukan di instagram, tapi twitter. Setelah mencoba memasang ads di instagram, saya mencoba mencari peruntungan lewat hashtag twitter. Dari produk papan ulang tahun bayi, saya bergeser ke produk undangan ulang tahun. Dari undangan ulang tahun, ternyata ada yang order desain untuk hal-hal lain, seperti hadiah untuk pacar, sahabat, teman yang baru melahirkan, juga untuk organisasi kampus.

Karena satu dan lain hal, saya nggak bisa share akun Twitter saya di sini (namely karena saya menggunakan akun anon waktu itu, dan akunnya sekarang udah ngga ada haha). It was a fun time dan saya banyak dapat pelajaran tentang skill graphic design di niche lain, sistem kerja, tren, dan cara promosi.

Saat ini akunnya sudah saya tutup dan deaktivasi, karena alasan yang akan saya beberkan berikutnya. Tapi berikut ini adalah beberapa produk yang pernah saya buat. Fun times!

Work on Relationship

Side hustle memberikan saya variasi untuk pekerjaan yang monoton. Tetapi namanya juga kerja tambahan; meskipun sampingan, tetap ada tanggung jawab yang harus diselesaikan. Kadang saya begadang untuk menyelesaikan pekerjaan, kadang juga mendadak harus revisian pas pulang kantor. Hari libur pun kadang dihabiskan menyelesaikan pekerjaan sampingan. Ketika bertumbuk dengan pekerjaan kantor yang memuncak, saya pun jadi puyeng.

Suami menyatakan ketidaksetujuannya saat saya mulai lupa waktu. Untuk apa mencari pekerjaan sampingan, kalau akhirnya yang lain jadi terbengkalai? Selain problem penyesuaian tempat tinggal baru yang sebelumnya, hal ini sebenarnya malah jadi menambah baru. Tambahan uangnya tidak seberapa, tapi saya malah jadi sering bertengkar dengan suami karena saya terlalu sibuk bekerja (utama dan sampingan).

Abang juga mengingatkan bahwa tujuan saya di side hustle ini adalah “refresh” dari pekerjaan. Bukan untuk dijadikan kewajiban yang malah menjadi sumber stres. Setuju dengan pendapat beliau (meskipun tentu saja saya keras kepala dulu), akhirnya saya menghentikan side hustle tersebut huhu. Awalnya sedih sih, tapi saya yakin itu yang terbaik. Waktu luang pun bisa saya klaim lagi untuk membaca buku, manga, dan menonton film.

We also work a lot on our relationship. 2022 was a rollercoaster year for us but we survived that and we hope for a better future. Perlahan, saya pun bisa adaptasi dengan kehidupan sehari-hari yang sudah kembali ke masa pra pandemi.

Lalu…. Saya menyadari kalau saya kangen, kangen banget nulis.

What’s Found

I love writing

Saya mencoba bereksplorasi dengan media lain. Namely, vlog. Meskipun ponsel saya masih jadul dan kameranya terbatas, saya mencoba membuat video pendek untuk mencari pengalamannya dulu. Eksplor video menyenangkan, tapi dasarnya tetap harus dari menulis. Terutama untuk tipe planner seperti saya. Menulis draft video bikin saya kangen nulis. Tapi menulis blog tidak terpikirkan di kepala saya.

Saya merasa menulis blog masih merupakan “proyek” yang terlalu besar. Riset topik, menulis, mengedit foto, memposting, memantau interaksi masih merupakan hal yang menurut saya menghabiskan waktu. Saya juga merasa tulisan saya tidak layak–sebuah ironi yang membuat saya nggak berani menulis sama sekali. Penyakit lama, yang kalau kumat, benar-benar bikin sebel.

Saya suka nulis. Tapi nggak mau nulis blog. Saya juga nggak mau nulis fiksi. Alternatifnya?

I want to be free

Menjelang akhir tahun 2022, saya mulai tinkering around with options. Blog yang lama terasa “tidak cukup” bagi saya. Terlalu butuh polished posts (pikiran perfeksionis yang munculnya juga dari diri sendiri), terlalu membatasi. Saya membuat website sendiri yang di-craft dari Notion. Awalnya hanya untuk menggantikan sosial media (yang berusaha saya kurangi).

Also, I think I outgrew the tinydolce.com domain name. Tinydolce dibuat sewaktu usia saya masih di awal 20-an, menggunakan semangat berbeda dengan approach yang ingin saya lakukan sekarang. Saya masih suka hal yang kecil dan manis-manis (ha ha), tapi saya ingin satu zona untuk refresh. Setelah rehat lebih dari setahun, rasanya nama itu tidak terlalu “saya” lagi.

Setelah beberapa bulan mengotak-atik situs kecil itu secara pribadi dan menemukan apa yang saya suka, saya men-draftrancangan website baru untuk domain baru. Saya menulis lagi, sedikit-sedikit, update sporadis yang setengah matang. Tulisan-tulisan setengah matang itu bisa dijumpai di website baru, dengan versi sedikit polished.

I got a new responsibility

Sebuah tambahan kecil: “Jalan” terbuka pada awal tahun 2023. Saya diamanahi tanggung jawab baru di kantor. Masih satu instansi, tapi beda unit yang berarti beda kantor. Dari unit dengan 80 karyawan, kini unit saya hanya berisi 15 orang. Dari staf yang mengerjakan segala macam, kini pekerjaan saya lebih terspesialisasi dengan tanggung jawab manajemen yang lingkupnya lebih besar.

Sudah beberapa bulan sejak saya menempati posisi baru. Sudah mulai bisa menebak aliran pekerjaan dan beban kerja setiap harinya. Masih suka stress kalau sedang ada deadline dadakan, tapi juga bisa menemukan waktu luang. Thus, saya pun kembali toying with the idea… tentang ngeblog lagi. Memiliki satu sudut di mana saya bisa bebas bereksplorasi dan menjadi diri sendiri.

Sebuah nama terlintas di kepala. Tersedia sebagai domain. Domain ini tidak saya beli sampai benar-benar niat. Setelah menulis beberapa artikel, dan bolak-balik merancang struktur yang saya suka, barulah saya membelinya.

Where to Go Now

Maka, di sinilah kita. Domain tinydolce masih akan aktif sampai tahun depan, I think. Setelah itu akan saya lepas dan blog ini akan kembali ber-subdomain blogspot, tinydolce.blogspot.com. Awalnya saya merasa sayang karena merasa ada keterikatan emosional. Tapi setelah dipikir, saya sudah tumbuh jauh, dan memang nggak mau pakai url dengan nama sendiri. (a long internal joke di mana nama saya terlalu pasaran dan lebih cocok dijadikan nama PT atau yayasan daripada nama website).

Tinydolce will always be a beloved part of my blogging phase, yang meskipun jarang tapi tetap disayang. Dia juga menjadi saksi untuk berbagai masa ketika aku pusing, mikir ini-itu, bingung, dan berbagai macam momen stress. Ha ha ha. Sekarang, waktunya sedikit penyegaran. So, without further ado,

Welcome to Gentle Sunday!