Kembali lagi dengan Mega dan semi-diary entries-nya mengenai uang!

Honestly, pengelolaan keuangan adalah salah satu topik favorit saya, jadi expect banyak artikel tentang ini. Semoga bermanfaat bagi yang memerlukan.

Sebelumnya saya membahas tentang cara untuk membiasakan diri menabung. Pada awal membiasakan diri, saya memilih menabung untuk hal yang kecil-kecil dulu dan terlihat.

Saya ingat betul target awal saya waktu gajian pertama: ganti ponsel (dulu semua orang sudah pakai smartphone, tapi saya belum, jadi saya perlu untuk bekerja), dan yang kedua adalah bayar sekolah adik.

Saat dua hal itu tercapai, wow saya merasa keren. Saya baru merasakan manfaatnya dan akhirnya memutuskan untuk “menabung lebih serius”.

Tapi, harus mulai dari mana?

Baca juga: 6 Cara Membiasakan Diri Menabung (Untuk Orang yang Boros)

Kalau melihat perencanaan keuangan yang ideal, kita bisa melihat banyak ketentuan-ketentuan wajib: 

  1. harus memiliki dana x sekian juta
  2. harus memiliki aset x di usia y
  3. asuransi d bila memiliki e
  4. dan sebagainya.

Kita tentu tahu bahwa tidak semua orang memiliki keleluasaan untuk memenuhi semua syarat tersebut. Maka saya hanya mengambil yang primer saja.

Dari berbagai keperluan tersebut, saya menilai ada tiga jenis dana yang wajib dimiliki meskipun pemasukan kita pas-pasan. 

Apalagi kalau penghasilannya memang pas-pasan, maka usaha untuk mengumpulkan dana di bawah hukumnya semakin wajib.

Jenis-jenis dana tersebut adalah dana talangan, dana darurat, dan dana pensiun.

(Kang Ady pernah nyinggung masalah ini juga di post bertopik keuangan belakangan. Pas banget saya lagi nge-draft.)


Dana Talangan (Sinking Fund)

Pertama kali saya mendengar sinking fund adalah sewaktu saya baca blognya Mbak Rinda. 

Sebelum ini saya terbiasa hanya menyediakan “dana darurat”. Baru setahun terakhir saya memisahkan dana talangan ini sebagai kewajiban tersendiri.

Apa itu Dana talangan? 

Dana talangan adalah menyimpan sejumlah uang untuk keperluan masa datang. Jumlah totalnya tidak bisa dipastikan, tapi pasti ada perkiraan kasar.

Ini berbeda dengan dana darurat yang memang hanya untuk keperluan sangat-sangat jarang.

Contoh hal-hal yang bisa jadi menggunakan dana talangan ini misalnya: 

  1. Keperluan mendadak, seperti darmawisata ke suatu tempat atau perlengkapan untuk suatu proyek. 
  2. Patungan biaya pengobatan keluarga. 
  3. Mendadak harus membetulkan perlengkapan elektronik
  4. dan sejenisnya.

Intinya, untuk hal-hal yang memang biasanya setiap tahun selalu ada, namun tidak dapat kita prediksikan berapa jumlah pastinya dan kapan.

Atau pengeluaran tahunan yang sudah pasti namun jumlahnya akan cukup membebani pengeluaran bulanan.

Dana talangan memang dimaksudkan untuk dipakai keluar-masuk. Jadi sebaiknya ditaruh di rekening yang mudah diambil ketika diperlukan. 

Begitu dipakai, harus langsung diisi lagi agar jumlahnya kembali seperti sebelumnya. Jadi bukan untuk ditabung, terpakai, lalu dibiarkan sampai ada “uang tibanan” untuk mengganti. 

Harus segera di-charge lagi, sesedikit apapun jumlahnya.

Berapa jumlahnya? Tergantung dari keperluan teman-teman. Untuk pajak kendaraan dan kebutuhan idul fitri, misalnya, bisa direncanakan dari awal; setelah itu ditambahkan perkiraan rata-rata kebutuhan dari hal-hal tak terduga ini setiap bulannya.

Saya sendiri males mikir (ha ha), jadi memilih patokan minimal satu kali pengeluaran bulanan. Setelah itu ditambahkan lagi sesuai proyeksi kebutuhan ke depan.


Dana Darurat

Sebelumnya, mungkin ada yang memasukkan “tugas” untuk membetulkan perlengkapan elektronik yang rusak ke dana darurat. 

Sebelumnya saya juga begitu. Sekarang, saya memisahkan dana darurat dan dana talangan, karena dana darurat fungsinya lebih esensial.

Sesuai namanya, dana ini hanya diperuntukkan untuk kasus-kasus di mana terjadi hal darurat tiba-tiba, yang menghabiskan dana besar atau melumpuhkan kemampuan untuk mendapatkan penghasilan.

Hal tersebut adalah: 

  1. Kehilangan pekerjaan/sumber penghasilan, 
  2. Kecelakaan/Penyakit besar, 
  3. Kehilangan tempat tinggal karena bencana (misalnya kebakaran).

Pokoknya hal mendesak yang benar-benar melumpuhkan situasi kita secara finansial.

Membetulkan perlengkapan elektronik rusak dan/atau membetulkan atap bocor (yang ringan), menurut saya masih bisa “dipekerjakan” pada dana talangan. Statusnya mendesak, tapi tidak darurat.

Berapa jumlah dana darurat?

Idealnya adalah minimal 3x pengeluaran bulanan untuk yang belum menikah.

Sedangkan untuk yang sudah menikah minimal 6x pengeluaran bulanan. Untuk yang sudah punya anak akan lebih besar lagi, bahkan kalau bisa 12x pengeluaran bulanan.

Jumlahnya sangat besar? Memang. Karena itu saya membaginya jadi beberapa milestone. Kalau enggak, yang ada malah stres sendiri dan jadi demotivasi.

Milestone pertama, tiga bulan pengeluaran dulu. Setelah itu aman, lanjut ke enam bulan pengeluaran, sembilan bulan, sampai akhirnya tercapai dua belas bulan.

(Dana darurat saya juga masih belum sampai sini, by the way.)

Karena jumlahnya sendiri cukup besar dan hanya akan dipakai ketika situasi benar-benar genting, menyimpan dana darurat tidak harus di rekening liquid. Sebagian bisa disimpan di rekening biasa, lalu sebagian lagi di instrumen investasi yang bisa membantu menjaga nilai.

Instrumen investasi ini harus yang risikonya rendah. Jadi tujuannya bukan untuk mendapatkan keuntungan, hanya agar nilai uangnya terjaga. Misalnya tabungan emas atau reksadana pasar uang.

Asumsinya, dana darurat tidak akan langsung dikeluarkan semua saat dibutuhkan. Kalaupun dibutuhkan pencairannya tidak perlu buru-buru. Karena itu RDPU (Reksadana Pasar Uang) masih memadai. Pencairannya sekitar tiga hari kerja.

Kalau kami masih mendapat penghasilan (dalam artian situasi masih aman terkendali), berarti target kami adalah membetulkan cashflow supaya tidak tergoda menggunakan dana darurat tersebut untuk hal lain-lain.


Dana Pensiun

Penyadaran saya tentang dana pensiun adalah saat menyadari Ayah memasuki usia pensiun tanpa tabungan apa pun.

Sewaktu kecil, saya pikir semua orang secara otomatis akan menerima uang pensiun, seperti ketiga kakek saya (dari pihak ibu, ayah, dan kakek angkat) yang pergi ke bank setiap bulan. Namun, seiring waktu, saya menyadari kalau Ayah bekerja di wiraswasta sektor informal--dan beliau tidak punya kemampuan keuangan yang baik di departemen perencanaan.

Pun segala harta keluarga kami sudah habis ditelan biaya pengobatan dan lain sebagainya. Alih-alih plus, yang ada malah minus.

Ayah memang tidak keberatan bekerja sampai tua (sampai sekarang beliau juga masih bekerja karena dia tidak suka diam). Namun bekerja untuk kesenangan dengan bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah hal yang berbeda, terlebih karena kebutuhan saat lansia pasti berbeda dibanding ketika muda.

Dana pensiun bisa dimulai sedini mungkin. Semakin muda memulainya, bisa semakin kecil nominalnya.

Ini karena dana pensiun harus ditabungkan di instrumen investasi yang memiliki sifat menambah nilai seiring waktu.

Generasi orangtua kita bisa jadi lebih senang menanamkan dana pensiunnya dalam bentuk properti, hewan ternak, tanah, dan sawah. Kalau memang lebih suka cara ini juga bisa. Namun karena asetnya tidak cepat cair, saya tidak menyarankan.

Selain Pegawai Negeri Sipil yang memang punya program pensiun, ada tempat bekerja swasta yang juga menyediakan plan pensiun untuk karyawannya, baik melalui BPJS-TK maupun program pensiun lainnya.

Namun hal ini tidak berarti kita bisa tenang-tenang saja. Jangan lupa untuk mengecek laporan dana pensiun dari perusahaan. Perhatikan komposisinya dan cek apakah sudah sesuai dengan preferensi pribadi. 

Biasanya jumlah dana pensiun dari perusahaan belum tentu mencukupi kebutuhan ril pensiun kita.

Tabungan Perencanaan Pensiun yang disediakan oleh kantor saya, misalnya, nominalnya masih terlalu sedikit dibandingkan target. Begitu juga komposisinya: 100% Reksadana Pasar Uang bukanlah preferensi saya.

Tetapi sayang, saat saya mengkonfirmasi ke bagian kepegawaian, saya tidak dapat mengubah komposisinya berdasarkan kebijakan dari perusahaan. Yang berarti saya harus membuat back-up plan sendiri di luar dana pensiun yang telah “disisihkan” oleh perusahaan dari gaji bulanan saya.

Memangnya, berapa dana pensiun yang dibutuhkan oleh kita? 

Semua tergantung dari usia berapa kita ingin pensiun dan gaya hidup seperti apa yang diinginkan oleh kita. Pengeluaran masa tua yang dihabiskan dengan keliling dunia tentu sangat berbeda dengan pengeluaran masa tua yang dihabiskan dengan mengobati penyakit mayor.

Bagi yang penasaran ingin menghitung dana pensiun yang dibutuhkan bisa mencoba kalkulator pensiun di sini.

Dengan mempertimbangkan nilai inflasi rata-rata 4% dan harapan hidup orang Indonesia yang bisa mencapai usia 70-an, ternyata nominal satu miliar bisa jadi sangat kecil saat kita pensiun, lho.

Dengan perencanaan yang baik, kita bisa mulai menabung dana pensiun sejak usia produktif. Selain dana pensiun untuk kebutuhan hidup, kita pun bisa memasukkan rencana-rencana di masa tua lainnya seperti naik haji, menikahkan anak, membuat kontrakan sepuluh pintu, dan lain-lain.


Photo by Anete Lusina from Pexels


Haruskah Menyimpan Uang Tunai?

Kakek saya dulu punya kebiasaan menyimpan uang tunai di bawah kasur, dan kalau kami datang ke rumahnya, beliau akan mengambil uang yang ada di bawah kasur sambil bilang kepada kami, “untuk jajan bakso.” Ha ha ha.

Bagi kita yang sekarang sudah akrab dengan metode uang dan pembayaran elektronik, kehadiran uang tunai bisa dibilang sudah semakin jarang. Terlebih sejak pandemi, setiap tempat menyarankan menggunakan pembayaran digital demi mengurangi transmisi virus.

Tetap saja, sebaiknya kita menyimpan uang tunai untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu: misalnya keadaan ketika metode pembayaran digital tidak dapat digunakan, atau keperluan mendadak yang membutuhkan uang tunai.

Uang tunai ini adalah bagian dari dana talangan yang biasanya bisa diprediksikan ada atau tidaknya, namun tidak bisa diprediksikan jumlahnya. Tinggalkan sedikit saja uang tunai, dan begitu terpakai, segera gantikan lagi.

Berapa jumlahnya? Karena saya cuma berdua, apalagi jarang ada di rumah, saya hanya menyediakan seratus-dua ratus ribu rupiah, itu pun jarang di-replace. Untuk ini sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing saja.


Manakah yang Perlu Diprioritaskan Lebih Dulu?

Tiga dana di atas adalah yang menurut saya paling penting disiapkan sebelum mulai menabung untuk tabungan konsumtif. Namun, yang mana yang harus didahulukan kalau penghasilan kita mepet? Boro-boro menabung untuk tiga, satu saja sudah susah. 

(Iya saya curhat)

Sebelum mulai menabung, selalu ingat untuk mengevaluasi pengeluaran kita sehari-hari. Cari tahu apakah ada pengeluaran yang bisa dihemat dan pemasukan yang bisa ditambah.

Menurut hemat saya, kita bisa mulai dari urutan teratas alias dana talangan. Mengapa? Karena dalam waktu paling dekat, dana itu-lah yang paling dibutuhkan. Seiring dengan terkumpulnya dana tersebut, kita bisa melanjutkan ke dana berikutnya sampai dana pensiun.

Bisa juga menabung ketiganya sekaligus, namun dengan persentase yang berbeda. Berikan prioritas tabungan lebih besar untuk dana talangan, lalu dana darurat, sementara menabung dana pensiun cukup jumlah minimal saja.

Se-minimal apa? Kalau memilih instrumen Reksadana, misalnya, kita bisa mulai dari seratus ribu rupiah per bulan. Nominal yang tidak wah dibandingkan rencana nilai minimal satu miliar kan? 

But it's progress!

Yang paling penting dalam menabung, meskipun sedikit, adalah konsistensi. Karena dari konsistensi bisa menumbuhkan disiplin, dan dari disiplin tersebut kita juga dapat memaksimalkan pengelolaan keuangan kita sehari-harinya.

Meskipun sekarang semua itu masih tampak jauh, dan kadang saya pun tidak bisa memenuhi kuota tabungan yang saya inginkan, namun saya akan terus berusaha untuk bisa mengumpulkan ketiga dana ini. 

Karena saya sadar tidak ingin menyusahkan orang lain di masa tua, apalagi kalau harus membebani anak sendiri, misalnya.

Lagipula, anak adalah belum pasti, dan semua tergantung Yang Kuasa. He he.

Kalau memang belum bisa menabung saat ini, maka kembali ke hukum utama: cari penghasilan dan tambah penghasilan tetap dulu sebelum bisa merencanakan dana-dana di atas.

Semangat buat aku dan kamu yang masih berjuang demi kemapanan finansial!
Mega

Photo by Anna Shvets from Pexels