91 Magazine @Unsplash

Saat membayar domain tahun ini, ternyata sudah lima tahun saya menggunakan top level domain (TLD).

Cerita cinta si aku dan blog sudah berlangsung lama. On-off, kayak hubungan tanpa status. Sekali hiatus bisa 3-6 bulan, namun sejak tahun 2008, saya nggak pernah benar-benar pergi dari blog. Blog ini sendiri, saya kelola sejak 2014.

Blog adalah salah satu bentuk paling awal dari content creator. Pada masanya, semua orang pasti punya blog; either as a diary, atau untuk mengekspresikan hobi. Sebelum ada friendster, twitter, dan teman-temannya, remaja-remaja pasti mainannya blog. (Sayaaa, misalnya).

Bagi saya, blog ini adalah keduanya: tempat curhat sekaligus mewujudkan hobi dan keinginan alias majalah-majalahan hahaha.

Sebagai orang yang dabbles around with content in a regular, tentu saya juga mengalami kegalauan mau buat konten tipe apa (kegalauan ini muncul in a regular juga). Temen-temen yang juga menulis blog mungkin pernah mengalami hal serupa.

Sekarang kayaknya aktivis blog sudah nggak banyak. Para blogger yang dulu membentuk jagat blogosphere Indonesia sudah pindah media: entah jadi YouTuber, pembicara, atau lebih suka menggunakan sosial media yang lebih instan.

Saya sendiri, sempat ingin mengoptimalkan sosial media atau bahkan membuat video youtube secara rutin. Sempat coba-coba juga, tapi lalu bingung sendiri karena waktu yang dibutuhkan ternyata lebih banyak, ya. 😅

Dalam hal ini, saya selalu jadi orang yang ketinggalan langkah, sih: ketika orang pindah ke youtube dan podcast, saya cenderung nggak tertarik.

Ketika sekarang orang sudah berpindah lagi ke media baru seperti Tiktok, (YouTube) shorts, dan (Instagram) reels, baru sekarang saya mulai punya minat pada konten video dan podcast.

I guess I will always be that late-joiner person. Kadang suka sebel sih kenapa saya tuh nggak bisa lebih cepat beradaptasi dan mengikuti tren yang ada. Kayaknya orang-orang yang ngeblog dari dulu tuh udah banyak yang membuahkan karya dan berbagai macam hal dari bentuk awal blognya.

So, dari perenungan di atas, I found myself asking….

Untuk apa saya menulis blog?

Saya menulis untuk diri sendiri, tapi jelas, saya juga menulis untuk berbagi dengan orang lain. Saya senang kalau ada yang membaca tulisan saya. Dengan blogging landscape yang seperti sekarang, apa masih ada yang ingin membaca blog? Apakah masih ada pembaca di luar lingkaran teman-teman yang saya punya sekarang?

Apa saya seharusnya pindah saja mengolah konten yang lebih banyak memiliki audiens, seperti instagram, tiktok video--atau paling tidak twitter, membuat thread rekomendasi berpuluh-puluh dan jadi viral? Kayaknya itu lebih menghasilkan deh.

Apakah tujuan saya menulis blog adalah untuk menghasilkan uang?

Dari poin “menghasilkan” ini, saya jadi merenung. Apa saya benar-benar ingin “menghasilkan” sesuatu dari blog? Dalam hal ini material, alias uang.

Karena kalau saya memang mau “menghasilkan”, maka tentu ada pengorbanan. Saya harus menyesuaikan isi blog dengan apa yang dicari pembaca, meningkatkan rutinitas posting, dan menggunakan segala jurus agar blog saya bisa di-notis mesin pencari, seperti Mas Anton yang jelas memisahkan blog untuk menghasilkan dan blog personal.

Which brings me to one exact fact….

Anate Lusina @Unsplash

Menulis masih jadi hobi utama saya.

….terlepas dari itu menghasilkan atau tidak. Saya nggak pernah lepas dari menulis sejak kecil. Dua hobi saya adalah menulis dan menggambar, dan sudah coba-coba membuat majalah sendiri sejak SD.

Saat kuliah, perlahan menggambar beralih rupa: dari hobi menjadi pekerjaan. Saya jadi nggak suka menggambar di waktu luang, dan sebenarnya sedih kalau ingat sudah beberapa tahun berhenti menggambar karena merasa itu adalah sebuah tugas, dan akan ada yang menilainya.

Menggambar jadi hal yang tidak menyenangkan dan saya hindari.

Berbeda dengan menulis. Saya masih bisa merasakan kesenangan menulis: hanya untuk mengekspresikan diri tanpa ada yang menilai. Saat menyadari itu, saya memutuskan untuk tidak akan mencari penghasilan utama dari menulis.

Kalau dapat penghasilan dan uang jajan dari menulis, tentu saya senang. Tapi saya tidak akan memaksakan diri untuk menyesuaikan agar tulisan saya bisa lebih mudah mencari uang. Biar nggak stres dan malah menghindari blogging karena sudah jadi “pekerjaan kedua”...

Biarlah menggambar saja yang terasa jadi pekerjaan, menulis jangan sampai.

Slow-paced content.

Meskipun saya mencoba konten video, foto, dan sebagainya, pada akhirnya saya selalu kembali ke blog. Blog menawarkan tempat bebas untuk menulis, dalam bentuk apa saja. 

Mau menambahkan video? Bisa. Mau menulis panjang? Bisa. Mau menambahkan foto-foto saja? Bisa juga.

Postingan di sosial media cenderung lebih cepat hilang, digantikan oleh postingan lain yang saling berebut menarik perhatian. In a way, postingan blog terasa lebih long-lasting, evergreen; dan mesin pencari akan terus memperlihatkan hasil pencarian teks. Karena itu juga saya cenderung menghabiskan waktu lebih lama untuk konten blog dibandingkan sosial media lainnya.

Berbeda dengan konten twitter yang bisa ditulis secara cepat begitu terpikir, konten blog membutuhkan lebih banyak riset dan niat untuk menulisnya. Tapi melihat hasil akhirnya juga rasanya lebih puas daripada sekadar cuitan twitter.

Mungkin saat ini orang memang lebih suka konten yang pendek dan cepat berganti, seperti home aplikasi tiktok yang selalu memberikan hal baru setiap kali kita menggerakkan jari ke bawah. Tetapi saya yakin masih banyak juga penikmat konten panjang dan lebih banyak berisi teks.

Yang membawa saya untuk menegaskan lagi tujuan saya, yaitu….

Pengembangan diri untuk “menghasilkan”.

Menulis di blog bagi saya seperti menulis di playground, tempat saya bisa mengotak-atik konten seenaknya. Mau kreatif dan menghabiskan waktu nggak ada orang yang protes. Mau dibikin sependek mungkin nggak ada yang minta revisi juga.

Berada di lingkungan kerja yang konservatif dan kecil, membuat saya merasa sulit mengembangkan kreativitas. Namanya juga bekerja kan ya, jadi pasti ada batasan-batasan yang harus dijaga, karena kita tidak bekerja dengan diri sendiri saja.

Karena itu, blog adalah tempat saya untuk belajar dan mengekspresikan diri di luar kotak bernama tempat kerja sehari-hari. Nah, soal menghasilkan atau tidak, untuk saat ini mungkin tidak dalam bentuk material, tapi kepuasan diri.

Hasil dalam bentuk material, bukannya nggak pengen sih. Tapi ya, kembali ke poin sebelumnya: jangan sampai blog ini terasa jadi seperti pekerjaan yang tidak menyenangkan.

Blog adalah rumah....

Saat ini, saya menggunakan dua sosial media: instagram dan twitter.

Di instagram hanya sebagai penikmat konten--cenderung jarang dibuka--, sedangkan twitter menjadi sumber informasi saya dari berbagai hal. Berita seringkali bisa didapatkan lebih cepat dari twitter.

Selain itu, karena teman-teman saya (IRL) ada di twitter, jadi itu tempat saya mengobrol juga. Masalah yang muncul sih klasik, keasyikan dengan endless scrolling.

Hidup tanpa sosial media? Hmm, twitter sendiri adalah sumber ide bagi saya untuk menulis blog, jadi saya memutuskan untuk tidak menonaktifkannya. Cuma, saya memang harus lebih disiplin lagi dalam memberikan waktu untuk bersosial media.

(Atau mungkin saya coba detox, kayak Lia? He he he, itu kita coba nanti aja ya).

Aktif di mana pun, blog masih akan menjadi rumah saya, tempat saya bisa berbagi ide dengan bebas, bereksplorasi dalam berbagai bentuk konten dan topik. This is my fun little project yang sebisa mungkin ingin saya pertahankan terus.

Saya mungkin akan mencoba berbagai konten, entah podcast atau video. Tapi semua tentu akan kembali ke blog ini. Saya akan tetap sharing hal yang saya suka, dicampur curhat dan berbagi dengan teman-teman. Semoga membantu teman-teman mendapatkan “sesuatu” dari sini, apa pun itu.

Blog mungkin tidak lagi jadi pemain utama dalam landscape konten yang perputarannya cepat, tapi saya yakin blog belum dan tidak akan menghilang. Selama penikmat konten teks masih ada, blog masih akan tetap eksis, dengan tambahan-tambahan media lainnya.

Sixteen Miles Out @Unsplash

Newsletter adalah kartu pos-nya

Anyway, karena ini juga saya akhirnya berpikir untuk membuat newsletter. Saya senantiasa jadi si overthinking yang lebih sering mikir daripada nulis; dan biasanya, kalau lagi nggak nulis di blog, saya menuangkan pikiran di jurnal pribadi dan/atau twitter.

Makanya, ada pikiran, bagaimana kalau saya coba menuliskannya di dalam newsletter saja supaya lebih concise?

Tentu saja nggak akan sering-sering. Sebulan sekali udah paling cepat haha. Karena pembaca blog saya sedikit, saya juga ngga yakin ada yang subscribe sih, tapi tetap penasaran mau nyoba, karena ini adalah bagian dari tinkering dan exploring.

Barangkali email ini juga akan bermanfaat untuk orang yang malas berkunjung ke blog untuk mencari update, karena updatenya akan langsung masuk ke email. Semacam kartu pos berisi berita singkat yang mengajak kamu berkunjung ke rumah.

(Hihi pede dong)

What's gonna be in the newsletter? Selain rekapan dari postingan blog dalam satu bulan, saya juga berencana memasukkan seleksi artikel-artikel yang saya baca, serta rekomendasi random dan curhat kecil yang nggak bisa masuk ke blog ini. 😜

Kalau kamu, gimana?

Jadi, ya begitulah. Tulisan ini cuma kontemplasi pribadi yang mungkin bisa jadi bahan obrolan kita hari ini.

Kalau cara memonetisasi blog, mencari uang lewat blog, banyak tulisan yang lebih lengkap dan orang-orang yang lebih jago.

Kalau sebagai personal diary, masih banyak blogger yang cerita lebih banyak dan sering dibanding saya yang cuma apdet seminggu-dua minggu sekali.

Cerita-cerita yuk. Terutama buat sesama blogger.

Apa yang membuat teman-teman masih menulis blog sampai sekarang? Pernahkah ingin mencoba media lain, seperti video atau podcast? Kalau sudah mencoba, apakah tetap lebih suka ngeblog, atau malah jadi betah di media lain?

Share on!