Ini adalah cerita dari bulan Februari. Awalnya tidak akan dipost sampai situasi kembali normal dan bisa jalan-jalan lagi, tetapi dipikir-pikir, menyebarkan info tentang makanan enak itu nggak dosa, hehehe. Masa iya ngilernya di blog Mbak Jane terus, gaes. Plus, makanannya masih bisa dipesan lewat ojek online. So here we go!


#bakerykampung. Itu adalah tagar yang rajin disematkan di postingan instagram Waroeng Snoepen. Tapi jangan salah, rasanya sama sekali nggak ada kampungan-kampungannya. Malah nagih dan kepingin balik lagi.

Pertama kali mendengar Waroeng Snoepen ini adalah dari thread Twitter yang sayangnya lupa saya simpan. Karena dekat dengan tempat tinggal saya sekarang, langsung deh, saya ajak Abang - alias Pak Suami - untuk bertandang ke sana.

Dengan kebaikan hati beliau untuk mengorbankan satu-satunya hari untuk bangun siang, maka kami datang ke sana dengan niat untuk sarapan. Niat awal mau berjalan kaki, jadinya pakai kendaraan karena gerimis yang cukup deras.

Halah, cupu!

Tapi lega juga memutuskan pakai kendaraan, karena ternyata jaraknya tidak sedekat garis biru rute Google Maps yang ada di layar ponsel saya, hahahaha....

Waroeng Snoepen berada di ruko perumahan Pondok Hijau. Bagi yang tidak familier dengan area tersebut mungkin tidak akan tahu persisnya di mana. Contohnya saya. Tempatnya tidak dapat dijangkau dengan kendaraan umum, jadi sebaiknya menggunakan kendaraan pribadi atau ojek online.


Sekilas, tampilannya dari depan memang toko roti rumahan biasa. Spanduk yang sudah cukup usang tergantung di depan ruko berpintu kaca. Saat saya dan Abang masuk, sedang tidak ada pelanggan. Selain senyuman kasir di balik meja, yang menyambut adalah lagu latar french jazz dan wangi khas bakery.

Tempatnya sempit, tetapi nyaman untuk duduk dan nongkrong-nongkrong santai. Tersedia juga buku-buku untuk dibaca. Lantai satu dihabiskan oleh etalase, yang pagi itu baru terisi beberapa loyang berisi croissant dan beberapa jenis roti kue lain. Di sisi lainnya kita dapat melihat baker yang sedang menguleni adonan.

Menu andalan dari Snoepen - artinya ngemil, dalam bahasa Belanda - adalah croissant. Menurut thread twitter yang saya baca, croissant-nya nomor wahid-lah. Tergoda aroma wangi, saya memilih beef and cheese croissant, sementara Abang yang sedang ingin manis-manis padahal udah ada saya di sebelah memilih croissant manis dengan isian peach.

Rasanya? Memang tidak salah. Aroma butter-nya mengundang kami untuk segera menghabiskan. Teksturnya lembut, tapi tidak lembek. Kulitnya berlapis dan flaky a la croissant tapi tidak kering. Biasanya saya mudah eneg sewaktu makan pastry - tetapi ini tidak sama sekali. Baik asin maupun manis sama enaknya. Terlebih kalau disantap selagi hangat.

Karena rasanya yang enak itu juga, setiap baru selesai memanggang, croissant Snoepen langsung diburu oleh pelanggan. Ketika kami sedang makan, saya sudah menandai croissant yang berikutnya akan saya beli. Eh, belum juga kembali ke etalase, dua orang pembeli masuk dan memborong semuanya. Kecele, deh.

Selain itu, ada beberapa ojek online yang mengambil pesanan dalam jumlah cukup banyak. "Biasanya orang pesan dulu sehari sebelumnya. Jadi begitu selesai baking, langsung diambil," jelas kasir yang berjaga.


Dari info yang saya cari di internet, pemilik Waroeng Snoepen tidaklah memiliki latar belakang pendidikan resmi memasak. Pemiliknya adalah seorang fotografer lepas yang memang menyukai croissant dan belajar secara otodidak. Selain dapur utama di Pondok Hijau, Waroeng Snoepen juga baru mulai berproduksi di Cikini serta Rempoa.

Baking dimulai sejak pagi di lantai dua yang merupakan dapur pemanggangan. Batch lengkap dimulai sekitar pukul 9 atau 10, katanya. Umumnya orang datang untuk sarapan, terutama di hari libur (seperti kami) - karena tersedia sajian dan minuman juga, seperti kopi dan teh.

Croissant disajikan dalam bentuk polosan, manis dengan isian cream cheese, buah, maupun menjadi sajian sandwich. Selain croissant, mereka juga membuat roti kaya serat (high fiber bread), roti baguette, frutten cake, onbitjkoek, eclairs, poffertjes, dan beberapa jenis lainnya yang saya lupa. Eclair-nya juga enak, dengan isian yang tidak pelit dan lagi, tidak eneg.

Di rak pajangan tersedia juga berbagai jenis kue kering. Sajian lain yang tersedia selain sandwich adalah pasta dan nasi goreng. Sebagai oleh-oleh pulang - yang makan kami berdua juga, sih - saya membawa pulang frutten cake yang padat dan mengenyangkan. Mendung sudah hilang saat kami pulang pagi itu, dan Abang bilang, nanti ke sini lagi, atau pesan sekalian. Hore!



Karena sekarang sedang masa karantina dan PSBB, memang kami belum bisa main ke sana untuk sementara. Tetapi tenang saja, saat ini Waroeng Snoepen masih beroperasi dan bisa melakukan pemesanan lewat go-food maupun grabfood.

Harga croissant yang ditawarkan di sini cukup mahal untuk ukuran bakery rumahan. Tapi sekali lagi, dengan rasa yang sebanding, harga itu sangat pantas. Hehehe. Yang pasti, saya senang menemukan tempat yang bagus dan enak, apalagi dekat dari rumah.

Waroeng Snoepen

Komp. Pondok Hijau Indah
Ruko E-1H, Jl. Pinus Raya Baru, Gegerkalong, Bandung
Buka setiap hari, 07:00 - 16:00 (atau sehabisnya stok)
Croissant mulai dari IDR 20k - IDR 25k; sajian IDR 35k - IDR 50k
instagram @wsnoepen