public transport

Tinggal di Bandung membuat saya tidak bisa menggunakan MRT seperti teman-teman di jabodetabek sana. Simply speaking, Bandung lebih kecil dan sejak dulu sarana transportasi umum yang tersedia hanyalah angkot dan bus.

Sehari-hari, saya menggunakan angkot. Perjalanan bisa mencapai dua jam terutama kalau sedang waktu macet. Kalau tidak macet, setidaknya bisa berkurang jadi satu jam.

Terlepas dari ongkos yang masih relatif mahal dan regulasi yang nggak jelas, ditambah sopir ugal-ugalan, saya masih mengandalkan transportasi publik. Ada beberapa keuntungan yang membuat saya lebih memilih angkot dan transportasi publik lainnya daripada pindah ke geng motor:


Me time.
Bagi saya, perjalanan memakai angkot adalah waktunya me time alias fokus pada diri sendiri. Waktu perjalanan saya dari rumah ke kantor bisa mencapai dua jam, terutama di saat macet. Pasti banyak juga perempuan yang seperti saya--begitu sampai rumah langsung disibukkan dengan tugas-tugas rumah dan penghuni rumah yang lain. Perjalanan pergi dan pulang menjadi waktu saya yang diperuntukkan untuk diri sendiri tanpa terganggu.

Ada banyak yang dapat saya lakukan di angkot sambil menunggu sampai ke kantor atau rumah, seperti membaca artikel, buku, atau mengobrol dengan teman via chat.

Membiasakan untuk lebih pagi.
Jujur saja, public transport di Indonesia belum tepat waktu seperti di Jepang. Waktu perjalanan bisa bertambah karena menunggu kereta, angkot ngetem, atau kemacetan di dalam jalur (karena tidak bisa mengambil jalur tikus/jalan memotong). Otomatis kita harus berangkat jauh lebih pagi dibandingkan kalau menggunakan kendaraan pribadi.

Memang merepotkan, tapi juga menguntungkan. Saya termasuk orang yang susah bangun pagi biarpun, on the contrary, berfungsi maksimal di pagi hari. Mengejar jam berangkat agar tidak terlambat memaksa saya untuk bangun pagi. Kayaknya saya nggak usah menuliskan manfaat bangun lebih pagi, deh.... cukup menuliskan "orang yang kesiangan, rejekinya keburu dipatuk ayam".

No Overhead Cost.
Ada orang-orang yang menganggap memiliki kendaraan adalah sebuah aset. Namun saya lebih menganggapnya sebagai liabilitas--benda yang nilainya berkurang seiring dengan pemakaian. Memiliki motor atau mobil pribadi sekilas mempersingkat waktu dan biaya bensinnya lebih murah.

Namun untuk memiliki kendaraan pribadi tersebut, tentu kita harus mengeluarkan biaya terlebih dahulu. Belum lagi biaya lain seperti kalau kendaraan harus ke bengkel, perawatan cuci, dan parkir. Padahal kalau dijual lagi, harga kendaraan pasti turun. Menggunakan transportasi umum membuat saya "terbebas" dari keharusan memikirkan hal-hal tersebut.

Memang, hal ini efektif karena saya hanya sendiri. Kalau saya sedang bersama keluarga, kendaraan pribadi yang muat lebih besar tentu lebih efisien. Suatu saat nanti, ketika sarana transportasi publik dalam kota, sudah lebih memadai untuk keluarga (dalam hal tarif dan layanan), saya sudah pasti lebih memilih transportasi publik.

Memperbanyak Gerak Tubuh.
Halte dan tempat berhenti kendaraan umum belum tentu tepat di tempat tujuan. Kadang kita harus berjalan sedikit atau berganti kendaraan dengan arah lain. Kalau memungkinkan, hal ini dapat menjadi kesempatan bagi kita untuk lebih banyak berjalan kaki.

Tempat bekerja saya dari rumah harus ditempuh dengan dua kali naik angkot. Tapi angkot yang kedua ini agak tricky. Kalau saya turun agak jauh dari tempat biasa ketika naik angkot pertama, maka saya tidak perlu naik angkot kedua. Jalan kakinya memang lumayan lama, sekitar lima belas menit. Tapi didukung dengan faktor berangkat lebih pagi, saya bisa jalan kaki dengan santai.

Tambahan lagi: Hemat ongkos.

Istirahat.
Mungkin, hal ini hanya efektif kalau rute perjalanannya seperti saya: jauh dan tidak perlu banyak berganti kendaraan. Karena perjalanannya bisa sampai dua jam, saya selalu memilih tempat paling ujung. Begitu duduk, saya bisa tidur lelap. Bahkan sampai mimpi. Tentunya, berhati-hati juga dengan kemungkinan adanya pelaku kejahatan: kalau angkotnya kosong, atau sudah larut malam, sebaiknya tetap waspada dan hati-hati.

sumber: public displays of affection

Less Occupied Space.
Macet jam berangkat dan pulang kerja memang nggak ada matinya. Malah makin parah dari hari ke hari. Mungkin, bagi yang menggunakan kendaraan pribadi, bila memungkinkan sesekali bisa menggunakan transportasi publik. Seperti yang sering dikatakan banyak orang, pemakaian badan jalan bisa berbeda drastis kalau penggunanya memilih untuk menggunakan transportasi umum.

Belakangan ini, Pemkot Bandung gencar melakukan pembenahan sarana transportasi umum. Mereka membenahi bus, rute angkot, maupun merencanakan pembangunan LRT. Sebagai pengguna setia transportasi umum, tentu saya menyambut baik hal tersebut. Sarana transportasi umum di Indonesia memang belum sebaik di luar negeri. Tetapi kalau penggunanya makin lama makin banyak, pasti pemerintah juga akan menaikkan kualitas pelayanannya.

It's fun, dan di atas semua itu, tentu saja lebih environmentally friendly. Don't you think so?