Apa sih itu 'comfort zone'?

Secara sederhana, comfort zone ya artinya zona nyaman. Tempat baik secara fisik, emosional, maupun secara psikologis memberikan kita kenyamanan, rasa aman, dan familier. Pola yang sudah tertebak, menjaga kita agar tetap nyaman dan juga tenang dalam kehidupan. Intinya, hal yang tidak akan memberikan kita kegelisahan, tetapi juga tidak akan memberikan kita sesuatu yang baru.

Bagi saya, merasa nyaman itu penting. Saya tidak suka yang aneh-aneh, begitu kata saya setiap kali. Yang sudah teruji, yang bisa saya tebak arahnya, yang klasik dan tanpa tambahan macam-macam. Sesederhana memesan makanan tanpa banyak kustomisasi: apa yang ada di menu, ya, itu yang saya pesan. Pengalaman yang biasa-biasa saja, tidak mengambil risiko, dan menyimpan untuk masa depan. Bagi saya, kemarin, itu cukup; beberapa tahun yang diisi dengan beban stres - sebagian besar karena mencari stabilitas - membuat saya sangat menghargai stabilitas dan sesuatu yang tidak neko-neko. Selama stabil, apa yang saya butuhkan ada, sudah cukup.

Dua tahun terakhir, rasanya saya sudah mulai berlebihan berada dalam "stabilitas" ini. Stabilitas yang sebenarnya perlahan tidak stabil lagi karena saya jadi menutup diri, membatasi diri dalam rutinitas. Saya tahu ini, tapi tidak melakukan sesuatu untuk memperbaiki. Beberapa waktu sekali, saya bisa mengalami mental breakdown yang cukup parah tapi juga tidak berwujud: seperti mengambang, bingung harus apa. Lalu menyimpulkan kalau hidup yang ada harus disyukuri, dan kembali tenggelam dalam rutinitas dan menyingkirkan masalah yang sebenarnya: saya ingin kembali melakukan hal baru yang menantang kreativitas di luar dunia kerja saya yang konservatif. Hal yang saya tak pedulikan dengan alasan capek dan lebih memilih hal yang kontraproduktif.

Saya butuh sesuatu yang baru. Dua tahun terakhir, dalam upaya menciptakan stabilitas, bayarannya adalah tidak ada hal baru, meningkatnya rasa malas, dan mengalihkannya dlam budaya konsumtif (pengeluaran saya naik dua kali lipat dibanding beberapa tahun yang lalu). Setiap kali melihat teman, rasanya rasa percaya diri jadi menurun dan membuat saya semakin menutup diri, berhenti berkreasi dan menghentikan proyek yang membutuhkan berpikir lebih banyak seperti waktu kuliah dulu.

Comfort zone saya saat ini adalah pekerjaan dan uang. Setelah beberapa tahun terombang-ambing, ya, meskipun tidak seheboh yang lain, sepertinya... saya mendapatkan posisi yang bisa dibilang "aman". Pekerjaan saat ini adalah hal yang memang ingin saya lakukan, ditambah lagi saya diberikan banyak kebebasan untuk melakukan hal baru - tidak sebegitu menantang sampai menuntut saya stres, tapi juga memberikan say abanyak ruang untuk berinovasi. Ditambah dengan penghasilan yang saat ini dirasa "cukup", relatif menutup tantangan yang sebelumnya ada dan menjadi fokus pencarian saya.

Sadar atau tidak sadar, saya jadi menutup diri. Membatasi kehidupan hanya di situ saja: Bekerja, lalu mengerjakan pekerjaan rumah dan berkumpul dengan famili. Melakukan hobi yang menurut saya sah-sah saja dilakukan, karena saya sudah capek bekerja. Tetapi saya sadar kalau saya sebenarnya meninggalkan hal-hal yang saya sukai karena ingin tetap "merasa" nyaman. Berpura-pura nyaman. Saya sebenarnya tidak nyaman berhenti menggambar, berhenti berkreasi, dengan alasan sudah capek di kantor dan banyak keperluan lainnya yang diada-adakan. Plus, karena saat ini kebutuhan saya sudah tercukupi, jadinya merasa tidak perlu.

Tapi, setelah itu, rasanya kosong. Malah jadi stres yang baru.

Katanya, semakin banyak kita menghabiskan waktu di luar zona nyaman, akan semakin banyak yang kita dapatkan. Sudah cukup lama saya tenggelam di dalam zona nyaman, menghindar dari hal-hal yang sulit dan menganggap hal yang saya hadapi sehari-sehari sudah cukup sebagai "kesulitan" yang harus dijalani.

Here's to a more life experiment forward. Satu hari memang hanya ada dua puluh empat jam, tapi semua orang juga hidup dengan dua puluh empat jam. Saya ingin kembali meninggalkan jejak. Kembali menggambar, terutama: hal yang saya tinggalkan karena takut berkreasi, takut karena saya merasa tidak sanggup.

(Who are you now? Awal tahun ini saya menemukan diri saya bertanya berkali-kali. Akhir tahun ini, semoga dapat sedikit terjawab.)